🌚 rmdzn.

Jadi Peresensi yang Lebih Nge-gass

Pernah tidak, sih, kamu membaca buku tapi kemudian terlupa apa saja isinya? Kalau iya, tos dulu. Saya juga salah satunya. Bukan hanya sekali dua kali, banyak kali malah.

Namun, itu dahulu.

Untuk mengatasinya, saya memutuskan menulis reviu, ulasan, atau resensi. Mengulas buku yang sudah saya baca. Dalam bentuk catatan kecil-kecil yang kemudian saya susun dalam tulisan blog seperti kali ini. Apakah itu cukup? Ternyata tidak juga, perlu banyak referensi bacaan untuk mematangkan tulisan saya. Salah satu referensinya adalah buku Inilah Resensi karya Muhidin M. Dahlan.

/blog/2023/02/images/inilah-resensi.jpg

Muhidin memulai paparan dengan pandangan yang baru saya pahami. Ternyata, memang ada banyak alasan orang-orang meresensi buku. Bisa karena hobi, merekam pengalaman membaca, merekatkan pertemanan, dan mencari duit. Dengan maksud itu, tujuan membaca buku juga beragam, untuk kesenangan maupun untuk membuat resensi itu sendiri.

Nilai "resensi" itu begitu dalam. Sukarno menggunakan tilikan untuk menanggapi isi buku, menyetujui maupun mematahkan ide orang-orang besar lalu menambahkan isi pikirannya. Sedangkan Hatta menjadikan kupasan sebagai cara untuk mempromosikan isi pikiran seorang kawan, bung kecil alias Sutan Syahrir. Tidak menyangka 'kan, kamu didoakan penulis agar memiliki teman rekat dengan kemampuan meresensi buku seperti Hatta?

Lewat buku ini, Muhidin secara tidak langsung mengajak pembaca untuk ikut meresensi. Bukan sekadar resensi, tapi yang bermutu dan kritis. Buku ini kalau dibilang "teknis", sih, tidak juga. Penulis justru memberikan kebebasan kita untuk membentuk narasi berdasarkan contoh-contoh yang dimulai dengan menentukan judul sangat menarik, kemudian menaklukkan paragraf pertama, menarasikan isi resensi, hingga mengunci dengan paragraf terakhir.

Fokus penentuan judul seperti:

  1. Menggelegar
  2. Ironi
  3. atau Tindakan tokoh

Disusul fokus paragraf pertama yang dapat berbentuk:

  1. Informasi terbitan
  2. Garis besar
  3. Tentang sang penulis buku
  4. Urgensi buku

Lalu isi resensi yang beragam berdasarkan jenis buku atau bacaan itu sendiri:

  1. Tema buku
  2. Jenis buku
  3. Metode penelitian
  4. Kisah dalam buku yang menonjol

Dan ditutup dengan paragraf terakhir dengan fokus:

  1. Kritik
  2. Kesimpulan
  3. atau Target pembaca

Di atas hanya beberapa, sebetulnya banyak yang Muhidin tuliskan dalam bukunya.

Seperti ada beban di pundak tersendiri setelah membaca Inilah Resensi, saya seperti merasa dituntut untuk ikut melakukan hal wah pada resensi saya. Lihat saja contoh resensi dari sang dwi tunggal, dari H.B. Jassin, Sumitro Djojohadikusumo, hingga yang berefek besar seperti Puradisastra dan H. Oemar Bakry Dt. Tan Besar. Nama terakhirlah yang membuat saya tidak pernah menemukan terjemahan Al-Qur'an: Al-Qur'an Bacaan Mulia oleh H.B. Jassin di pasar. Resensi yang dilakukan Oemar Bakry begitu kritis terhadap Bacaan Mulia hingga kemudian ditarik dari peredaran total. Sedangkan Puradisastra membunuh buku Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dengan bermodal argumen yang tak terbantahkan.

Jadi, apakah tulisan resensi saya kali sudah matang dan begitu keren? Ternyata tidak juga.


Judul: Inilah Resensi

Penulis: Muhidin M. Dahlan

Penerbit: I:BOEKOE

Tebal: 256 halaman

Tahun terbit: 2020

#Buku